JURNALSECURITY | Tapanuli — Kepala Desa Kampung Napa merasa heran adik kandungnya tidak lolos dalam penerimaan sebagai petugas keamanan alias Satpam di PT Agincourt Resources.
Sementara, pada seleksi penerimaan anggota TNI, adik kandung Kepala Desa itu dinyatakan lolos dan dikabarkan sudah resmi menjadi anggota TNI AD.
Hal ini terungkap dalam dialog antara Kepala Desa Kampung Napa dengan anggota DPRD Tapsel dari Fraksi PAN, Mahmud Lubis
Dalam kesempatan dialog tersebut, Kepala desa Kampung Napa bertanya apakah kegagalan adiknya tersebut masuk Satpam dikarenakan oleh adanya oknum “Belanda Hitam” atau memang kesempatan karier untuk putra daerah di PTAR dibatasi?
“Bayangkan adik saya bisa kalah jadi satpam, sementara dia lolos diterima menjadi anggota TNI, sehebat apa sih satpam PTAR tersebut,” tanya kepala desa tersebut.
Selain adik kandung Kepala Desa Kampung Napa, kesulitan lain yang dialami putra daerah bernama Riski Hidayat, anak dari eks Kepala Desa Bandar Hapinis. Ia juga tidak lolos jadi Satpam di PTAR. Padahal Riski sudah berpengalaman menjadi Satpam dari tahun 2019 hingga 2022 di salah satu perusahaan di Jakarta .
Riski Hidayat melampirkan rekomendasi pengalaman kerja dari perusahaan tempat bekerja semula, dalam rekomendasi pengalaman kerja tersebut, Riski dinilai bekerja baik dan telah menunjukkan dedikasi yang tinggi terhadap perusahaan.
Riski Hidayat mengatakan dirinya tidak lolos karena bermasalah dengan kesehatan atas hasil pemeriksaan laboratorium Prodia Padangsidimpuan.
Namun, kata dia, Manager Security menyarankan agar dia pergi melakukan pemeriksaan ke rumah sakit lain dan Manager Security berjanji, jika dokter pemeriksa rumah sakit yang dituju memberikan rekomendasi bisa bekerja di perusahaan tambang tersebut.
Dengan susah payah, Riski Hidayat melakukan pemeriksaan ke rumah sakit swasta di Sibolga, selanjutnya Riski menunjukkan surat rekomendasi dokter sebagaimana dijanjikan oleh Manager Security menyebutkan bahwa Riski Hidayat dapat bekerja .
Namun Manager Security berkilah bahwa dia tidak meminta surat dimaksud melainkan harus dilakukan test Treadmill. Tak ada dana, Riski Hidayat akhirnya membatalkan untuk melakukan test Treadmill di Medan.
“Jika dari awal ada pemberitahuan untuk melakukan test Treadmill, maka saya akan mempersiapkan diri termasuk masalah biaya, namun karena imbauan test treadmill disebutkan pada tahapan akhir test sehingga membuat persiapan saya tidak ada,” keluhnya.
Ayah Riski, Mantaruddin Nasution kepada media menuturkan sebagai mantan kepala desa dia sangat kecewa atas sulitnya kesempatan bekerja bagi putra daerah di tambang emas Martabe ini.
Pihak PTAR sepertinya tidak menghormati perjuangan yang dilakukannya dalam mendamaikan masyarakat saat terjadi konflik penolakan keberadaan PTAR yang membuang limbah (sisa air proses) ke sungai Bantangtoru dari rencana semula dibuang ke laut.
“Habis manis sepah dibuang”, tutur Mantaruddin Nasution.
Mahmud Lubis sebagai Anggota DPRD Tapsel kepada media menjelaskan perbuatan yang dilakukan oleh PTAR terhadap putra daerah dalam penolakan sebagai tenaga kerja di perusahaan tersebut merupakan bentuk penzoliman terhadap putra daerah.
“Entah apa yang diinginkan perusahaan ini yang mempersulit kesempatan bagi tenaga kerja lokal,” sebut Mahmud.
Mahmud juga menilai, tambang emas Batang Toru telah melakukan pembohongan publik atas angka tenaga kerja lokal di lingkar tambang emas Batangtoru, di mana dari 2.600 tenaga kerja yang ada, 70 persen di antaranya merupakan tenaga kerja berasal dari 15 Desa Lingkar tambang emas Batangtoru.
“Seharusnya tenaga kerja yang ada di 15 kelurahan atau Desa Lingkar tambang ini sudah ada sebanyak 1.700an. Namun pada kenyataannya di 8 kelurahan desa yang sudah disurvey hanya ada 320 tenaga kerja lokal,” terangnya.
Mahmud mengatakan, perbuatan tambang emas Batang Boru sungguh kejam karena telah membodohi masyarakat di sekitarnya.
“Kami yang punya susu kenapa orang lain yang punya nama, kami yang punya emas kenapa orang lain yang menikmatinya,” pungkasnya.[lian]