JURNALSECURITY | Jakarta — Di balik digitalisasi sistem pembayaran nasional akan selalu dibarengi ancaman. Salah satunya cyber fraud atau kejahatan siber.
Demikian dikatakan Ketua Umum Perhimpunan Bank- Bank Umum Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo, dalam rangkaian webinar FEKDI 2021 di Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Karenanya, lanjut Kartika, dengan ancaman risiko cyber fraud yang semakin meningkat dibutuhkan regulasi lintas industri. Mulai dari perbankan, fintech, penegak hukum, serta industri telekomunikasi yang sangat esensial.
“Karena layanan pembayaran digital menggunakan otentifikasi berbasis nomor handphone. Ini butuh penanganan lintas industri agar ada antisipasi dini dan respons cepat bila terjadi kasus,” ujar Kartika sebagaimana dikutip okezone.com
Menurutnya sudah ada teknologi untuk identifikasi dini serangan cyber fraud dari sektor telekomunikasi untuk mengantisipasi serangan. Namun bila terjadi serangan juga dibutuhkan respon cepat lintas industri.
“Ini dibutuhkan demi akselerasi pertumbuhan sistem pembayaran digital di masa akan datang,” katanya.
Sementara dari aspek regulasi atau compliance yang terkait data privacy, pemerintah telah menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). Saat ini, sedang dalam proses untuk pengesahan. Dalam melaksanakan praktik Good Corporate Governance, industri perbankan Indonesia memiliki kerangka dasar Sistem Perbankan Indonesia, yaitu Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
Pilar ke-6 API terkait kenyamanan nasabah, khususnya di era digital saat ini. Dirinya sangat berharap bank dapat segera melaksanakan persiapan, khususnya terkait manajemen risiko reputasi.[lian]