Jurnalsecurity.com | Setiap pagi sebelum kantor mulai ramai, seorang satpam bernama Pak Dedi (Ilustrasi) sudah berdiri di depan gerbang utama. Dengan seragam rapi dan senyum ramah, ia tidak hanya memastikan keamanan setiap orang yang datang, tetapi juga memperhatikan satu hal kecil yang sering terabaikan—kebersihan. Tangannya sigap memungut bungkus kopi yang tercecer, sementara matanya memperhatikan area parkir yang mulai dipenuhi kendaraan. “Kalau area depan sudah bersih, suasana kerja juga jadi enak dilihat,” ujarnya sederhana.
Mungkin banyak orang berpikir, tugas satpam hanya sebatas menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, di balik itu, mereka juga memiliki peran yang tidak kalah penting: menjadi edukator kebersihan di lingkungan kerja. Tanpa harus berceramah, satpam seperti Pak Dedi mengajarkan kedisiplinan dan tanggung jawab melalui contoh nyata setiap hari.
Lebih dari Sekadar Penjaga Keamanan
Peran satpam di area kerja sebenarnya jauh melampaui sekadar memeriksa tamu atau mengatur parkir. Dalam kesehariannya, mereka menjadi figur yang paling sering berinteraksi dengan karyawan, tamu, hingga petugas kebersihan. Karena itu, perilaku mereka secara tidak langsung menjadi cerminan budaya kantor.
Ketika seorang satpam menegur dengan sopan karyawan yang membuang sampah sembarangan, ia sedang melakukan pendidikan sosial. Ia tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Sikap seperti ini sangat penting, terutama di lingkungan kerja yang padat aktivitas.
Di banyak perusahaan, peran satpam kini mulai dipandang lebih luas—bukan hanya sebagai penjaga, melainkan sebagai agen perubahan perilaku. Mereka menjadi bagian dari sistem manajemen lingkungan yang membantu menciptakan area kerja bersih, sehat, dan produktif.
Menjadi Teladan di Lapangan
Kebersihan adalah hal yang bisa menular—bukan karena bakteri, tetapi karena teladan. Saat satpam konsisten menjaga kerapian pos jaga, menyapu area parkir tanpa disuruh, atau mengingatkan rekan-rekannya untuk membuang sampah pada tempatnya, pesan moral itu cepat menyebar. Karyawan lain akan merasa segan untuk berperilaku sebaliknya.
Pak Dedi misalnya, selalu punya cara unik dalam menanamkan kesadaran kebersihan. Ia sering berkata pada karyawan yang baru datang, “Kalau parkirnya rapi dan tempatnya bersih, berarti kita menghormati tempat kerja kita.” Kalimat sederhana, tapi maknanya dalam. Ia tidak sedang menegur, melainkan mengajak.
Peran seperti ini bisa menjadi jembatan antara keamanan fisik dan kenyamanan psikologis. Ketika lingkungan kerja bersih, orang merasa lebih aman, lebih betah, dan produktivitas pun meningkat. Dalam konteks itu, satpam turut menjaga bukan hanya pintu gerbang, tapi juga suasana.
Kebersihan dan Keamanan: Dua Hal yang Saling Berkaitan
Tidak banyak yang menyadari bahwa kebersihan dan keamanan memiliki hubungan yang erat. Area kerja yang kotor dan berantakan justru bisa memicu risiko—mulai dari kecelakaan kecil, penyebaran penyakit, hingga kerusakan fasilitas. Satpam yang peka terhadap kebersihan membantu mencegah hal-hal seperti itu terjadi.
Misalnya, saat menemukan tumpahan air di koridor, satpam tidak hanya melapor ke petugas kebersihan, tetapi juga memberi tanda peringatan agar orang lain tidak terpeleset. Di sinilah fungsi preventif mereka bekerja. Mereka tidak hanya menjaga dari ancaman luar, tetapi juga memastikan area kerja tetap aman dari potensi bahaya dalam.
Dalam banyak kasus, satpam juga menjadi pihak pertama yang menanggapi keadaan darurat—entah itu kebakaran, listrik korslet, atau kebocoran. Dengan area kerja yang bersih dan tertata, satpam bisa lebih cepat bergerak karena jalur evakuasi tidak terhalang. Sekali lagi, kebersihan menjadi bagian integral dari sistem keamanan.
Edukasi Melalui Pendekatan Humanis
Tentu, mengingatkan orang untuk menjaga kebersihan bukan hal yang mudah. Tidak semua orang mau menerima teguran, apalagi dari satpam yang sering dianggap hanya “penjaga pintu.” Di sinilah dibutuhkan pendekatan humanis.
Satpam yang baik tahu kapan harus tegas dan kapan harus persuasif. Mereka mengedukasi dengan cara yang tidak menggurui—lebih banyak lewat tindakan dan empati. Misalnya, jika melihat rekan karyawan membuang sampah sembarangan, mereka tidak langsung menegur keras, tapi mendekati dengan kalimat ringan, “Aduh, kayaknya tempat sampahnya deket banget tuh, biar saya bantu buang ya.” Sikap seperti itu menumbuhkan rasa malu yang positif, tanpa menciptakan konflik.
Pendekatan humanis inilah yang membuat pesan kebersihan lebih mudah diterima. Karena sejatinya, edukasi terbaik bukan datang dari perintah, tapi dari keteladanan dan rasa saling menghormati.
Dukungan Perusahaan Sangat Diperlukan
Meski satpam bisa menjadi agen perubahan, peran mereka akan lebih efektif bila didukung oleh sistem yang baik dari manajemen. Perusahaan perlu memberi pelatihan rutin tentang pentingnya kebersihan, kesehatan lingkungan, serta komunikasi interpersonal. Dengan begitu, satpam tidak hanya menjalankan tugas keamanan, tetapi juga memahami konteks sosial dari perannya.
Selain itu, penyediaan sarana kebersihan yang memadai juga menjadi kunci. Tempat sampah yang cukup, area istirahat yang rapi, hingga program penghargaan kecil bagi karyawan yang menjaga kebersihan bisa memperkuat budaya positif ini. Satpam kemudian menjadi ujung tombak penerapannya di lapangan.
Bahkan, beberapa kantor kini menerapkan sistem “Clean and Secure Environment” di mana satpam menjadi pengawas lapangan sekaligus pengingat ramah akan pentingnya kebersihan. Mereka mengisi laporan kebersihan harian dan memberi catatan ringan untuk perbaikan. Langkah-langkah kecil seperti ini mampu membangun kebiasaan besar.
Membangun Budaya Bersih dari Pintu Depan
Bayangkan seseorang datang ke kantor dan disambut oleh area depan yang bersih, satpam yang tersenyum, dan lingkungan yang tertata rapi. Kesan pertama itu bukan hanya soal profesionalitas perusahaan, tetapi juga bukti adanya budaya bersih yang hidup di dalamnya. Dan sering kali, yang menjadi penjaga awal budaya itu adalah satpam.
Mereka bukan hanya petugas yang berdiri di depan gerbang, tetapi juga pengingat diam bahwa kebersihan adalah bentuk penghargaan terhadap tempat kerja dan terhadap diri sendiri. Dari cara mereka bersikap, menegur, dan memberi contoh, nilai-nilai kebersihan menyebar perlahan ke seluruh lini.
Ketika setiap orang di kantor—dari pimpinan hingga staf—mulai sadar bahwa kebersihan adalah bagian dari keamanan, maka peran satpam sebagai edukator kebersihan telah benar-benar berhasil.
Satpam Peduli Lingkungan
Peran satpam di area kerja sering kali tidak mendapat sorotan, padahal kontribusinya luar biasa. Mereka bukan hanya penjaga gerbang, melainkan penjaga budaya—termasuk budaya kebersihan. Lewat keteladanan, komunikasi yang santun, dan kepedulian terhadap lingkungan kerja, mereka menjadi edukator yang menginspirasi tanpa harus berceramah.
Seperti kata Pak Dedi di akhir shift-nya, sambil memeriksa halaman depan yang sudah bersih:
“Kalau semua orang mau jaga kebersihan dari hal kecil, kita nggak cuma punya kantor yang aman, tapi juga tempat kerja yang nyaman buat semua.”
Dan dari sanalah, peran seorang satpam benar-benar menemukan maknanya yang paling manusiawi. []
Seputar Kebersihan Lingkungan: https://dlhpadangsidempuan.org/



























