***
LAHIR sebagai “anak kolong” (ayahnya seorang polisi, I Gusti Ketut Mas, terakhir berpangkat Letnan Satu dan bertugas di Singaraja, Polda Nusra), Astaman mengaku lingkungan sekitarnya mempengaruhi perjalanan hidupnya sebagai polisi.
Bagi Putera Astaman kelahiran Denpasar 10 Juni 1938 ini, angka dua rupanya menjadi angka keramat. Selama 34 tahun perjalanannya sebagai polisi, ada jabatan-jabatan tertentu yang dialaminya dua kali. Menjadi Wakil Kapolda, Astaman mengalaminya dua kali, Wakapolda Sumbagsel (1983-84) dan Wakapolda Jateng (1984-85).
Lahir sebagai “anak kolong” (ayahnya seorang polisi, I Gusti Ketut Mas, terakhir berpangkat Letnan Satu dan bertugas di Singaraja, Polda Nusra), Putera Astaman mengaku lingkungan sekitarnya mempengaruhi perjalanan hidupnya sebagai polisi.
Jabatan Direktur di Mabes Polri juga dua kali, yaitu Direktur Pendidikan (1985-86) dan Direktur Bimbingan Masyarakat (1988-89). Jabatan Kapolda pun dua kali, yakni Kapolda Sulselra (1986-88) dan Kapolda Sumbagsel (1989-91). Sampai akhirnya Putera Astaman menjadi “orang nomor dua” di Mabes Polri sebagai Deputi Kapolri bidang Operasi (1991-93).
Pada akhir perjalanannya sebagai polisi, Putera Astaman menerima penghargaan Bintang Kebesaran Malaysia berupa Bintang Johan Mangku Negara (JMN) dari Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Muhibbuddin Shah di Istana Negara Kuala Lumpur.
Ini merupakan penghargaan tertinggi yang pernah diterima perwira tinggi Polri selama ini. Bersama Kolonel (Pol) Moerdiono Dharmo, Kasubdit Polisi Perairan Polri, Astaman menerima Bintang Kebesaran Malaysia itu pada 28 September 1993 silam.
Sejak menjabat Wakil Asisten Operasi Kapolri (jabatan ini sekarang sudah dihapus) tahun 1984 hingga menjadi Deputi bidang Operasi, Astaman dinilai banyak berperanan meningkatkan hubungan Polri dengan PDRM (Polis Di Raja Malaysia). Hubungannya dengan Tun Sri Mohammed Haniff (mantan Kepala Polisi Malaysia) sampai saat ini pun masih kental, meski tidak melalui jalur formal.