JURNALSECURITY | Jakarta — Peretasan situs resmi Sekretariat Kabinet memperlihatkan bahwa sistem keamanan siber situs web yang dikelola pemerintah itu terbukti masih lemah.
Demikian dikatakan Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani, yang juga politikus dari Partai Golkar dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/8).
Christina sendiri mencatat, setidaknya setidaknya sudah terjadi sebanyak tiga kali yaitu kejadian Sabtu kemarin (30/7), tahun 2015 yang lalu dan pada era pemerintahan Presiden SBY.
Ia mengatakan, Indonesia memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang telah melakukan koordinasi dengan berbagai instansi [pemerintah dan instansi lainnya untuk memastikan keamanan siber berjalan optimal.
Namun, kejadian ini memperlihatkan koordinasi terkait keamanan siber masih belum sesuai harapan dan perlunya peningkatan kerja-kerja BSSN
“Dalam kerangka fungsi pengawasan DPR-RI, tentu saja kejadian ini menjadi catatan bagi kami untuk mengevaluasi kinerja BSSN serta mendorong upaya perbaikan yang perlu dilakukan,” ujar Christina seperti dilansir republika.co.id, Senin (2/8/2021).
Menurutnya, peretasan situs pemerintah secara berulang menunjukkan betapa pentingnya keberadaan regulasi berupa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang akan mengatur kewajiban pengelola data pribadi untuk menjaga sistem keamanan sibernya.
Regulasi tersebut akan memastikan audit bisa dilakukan terhadap pengelola data, yaitu badan publik, instansi pemerintah maupun perusahaan swasta untuk memastikan yang bersangkutan telah mengimplementasikan sistem pencegahan terhadap peretasan/kebocoran data dengan optimal atau tidak.
“Kegagalan pengimplementasian sistem pengamanan yang optimal akan membawa konsekuensi pertanggungjawaban baik berupa denda administratif maupun sanksi pidana,” ucapnya.[lian]