JURNALSECURITY | Jakarta– Kasus viral belasan petugas satuan pengamanan (satpam) yang terlibat cekcok dengan seorang warga Perumahan Permata Buana, Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, belum juga berakhir. Pasalnya warga Perumahan Permata Buana meminta Kepala Satpam yang ditahan untuk dilepaskan.
Warga Perumahan Permata Buana mengeluh atas sikap polisi Polres Metro Jakarta Barat yang melakukan penahanan. Pasalnya, sikap polisi itu dinilai berlebihan karena satpam di perumahan tersebut hanya mengemban tugas dari pengurus untuk menjaga tata tertib di lingkungan RW 11.
Penahanan itu sendiri adalah buntut sengketa antara warga RT 001 RW 11 berinisial CM dengan pengurus RW 11. CM mengaku pembangunan rumahnya diganggu satpam perumahan. Dia menuduh, satpam telah melakukan pungli dan menghalang-halangi renovasi rumahnya.
Dilaporkan Republika.co.id, Tudingan CM tersebut dibantah keras oleh koordinator lingkungan RW 11 melalui kuasanya, Cecilia Tjakranegara. Menurutnya, satpam perumahan hanya menjalankan tugas dari pengurus sebagaimana diatur dalam Permendagri No.5/2007 dan Pergub DKI No.171/2016.
Cecilia menjelaskan, awal sengketa itu bermula dari penolakan CM untuk mentaati ketentuan peraturan RW mengenai renovasi perumahan dan adanya keluhan Andreas, tetangga rumah yang direnovasi, atas suara bising pembangunan rumah. Suara itu mengganggu proses belajar online anak Andreas.
Aturan itu menyatakan, setiap warga yang merenovasi rumah dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan diwajibkan membayar uang izin pembangunan Rp 5 juta ke kas Rukun Warga dan memberikan jaminan sebesar Rp 10 juta. Jaminan ini nantinya akan dikembalikan begitu renovasi selesai. “Sejak awal yang bersangkutan menolak mengikuti aturan tersebut,” tegas Cecilia (26/9).
Di setiap lingkungan perumahan, imbuh Cicilia, dipastikan setiap pengurus mempunyai aturan main yang wajib dipatuhi warga. Bahkan pendatang atau pengontrak rumah pun wajib mematuhi.
Aturan itupun sebenarnya juga sudah berlaku sejak 2015 silam. Hanya saja nilainya yang berubah. Sebelum ada perubahan pada 14 Februari 2020, nilai jaminan hanya Rp 5 juta dan kini menjadi Rp 10 juta. Aturan itu pun selama ini berjalan baik. Buktinya, puluhan rumah yang sudah dibangun semuanya mematuhi ketentuan tersebut.
“Jadi tidak ada pungli di sini. Kami hanya menegakkan aturan main di lingkungan kami sebagaimana CM harus mentaati peraturan tersebut berdasarkan ketentuan pasal 17 Pergub DKI no.171/2016. Karena itu satpam kami jangan dikriminalisasi,” imbuhnya.
Para pengurus RW pun sepakat untuk meminta keadilan pada aparat kepolisian agar menghentikan kasus ini, Mereka bersedia memberikan penjelasan kepada kepolisian mengenai duduk perkara kasus ini. Sebenarnya, seteru CM melawan pengurus ini sudah berlangsung lama. Bahkan pengurus pun sudah digugat perdata di pengadilan.
Tudingan CM, pengurus RW telah menghalangi pembangunan rumah dengan cara semena-mena, main hakim sendiri tanpa dasar yang jelas dan melakukan aksi teror terhadap penggugat. Dalam gugatannya, CM meminta ganti rugi material sebesar Rp 2,8 miliar dan ganti rugi immaterial Rp 10 miliar.
“Bagaimana kami bisa dikatakan sewenang-wenang. Berulang kali mediasi yang kami lakukan dia tidak pernah hadir,” ujar Cecilia menegaskan.
Cecilia balik menuding, izin mendirikan bangunan (IMB) rumah CM juga perlu dicek ulang. Dari dokumen yang ada, alamat pemohon IMB berbeda dengan papan IMB yang berdiri di depan bangunan dan surat IMB. “Kami minta Satpol PP Pemkot Jakarta Barat harus mengecek ulang IMB tersebut,” ujar dia.
Cecilia khawatir, kasus Permata Buana ini menjadi preseden buruk bagi pengurus lingkungan warga bila peraturan dan keputusan pengurus dengan mudah digugat di pengadilan atau bahkan dipenjara. “Saya yakin di Indonesia tidak ada yang mau sebagai penggurus RT/RW,” ucap Cecilia.[lian]