JURNALSECURITY.com| Jakarta–Satpam adalah profesi, salah satu unsur penting dari sebuah profesi adalah pengabdian. Demikian sambutan Kapolri Tito Karnavian dalam Upacara HUT Satpam ke-36 di lapangan Monas, Sabtu (14/1/2017) lalu .
“Satpam harus mengabdi kepada masyarakat, peran pengabdian masyarakat merupakan salah satu unsur penting dari profesi, tidak ada profesi tanpa mengabdi kepada masyarakat,” demikian kata Tito Karnavian.
Kendati satpam sebagai sebuah profesi yang memiliki nilai pengabdian kepada masyarakat, namun ternyata pemerintah belum sepenuhnya memihak kepada keberadaan satpam sebagai pembantu kepolisian dalam pengamanan. Hal ini bisa dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 yang justru memberatkan satpam.
Ketua Umum Asosiasi Profesi Sekuriti Indonesia (APSI), H. Azis Said mencermati statemen Kapolri terkait satpam yang harus mengabdi kepada masyarakat. Azis sangat setuju dengan pernyataan Kapolri, karena itu pengabdian ini harus didukung oleh Polri.
Namun, tambah Azis, dengan adanya PP 60 Tahun 2016 tentang tarif dan jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ini justru Polri tidak mendukung pengabdian yang dilakukan oleh satpam, pasalnya justru pemerintah melakukan komersialisasi terhadap pengabdian satpam ini. “Pengabdian ini harus didukung, bukan malah dijadikan komersialisasi dibidang satpam,” katanya kepada Jurnal Security.com, Selasa (17/1/2017).
Dalam pembuatan PP no 60 tahun 2016 ini, Polri sebagai institusi yang membuat usulan kepada Pemerintah, tidak meminta masukan dari Asosiasi Profesi Sekuriti Indonesia (APSI) dan Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (ABUJAPI), terkait beberapa tarif biaya pendidikan Satpam, yaitu Gada Pratama, Gada Madya dan Gada Utama. Azis menjelaskan, sebelum adanya PP 60 tahun 2016 dimana biaya penyelenggaraan pendidikan Gada Pratama yang diselenggarakan oleh BUJP bidan pendidikan, berkisar antara 4 juta sd 5 jutaan saja , satpam atau BUJP merasa beratan, apalagi sekarang meningkat menjadi 10 jutaan.
“BUJP penyelenggaraan Gada Pratama seharga 4 jutaan saja sudah ada profitnya, kalau polisi mengadakan dengan harga 10 juta pasti besar profitnya. Saya yakin harga seperti itu tidak akan laku dan sangat memberatkan,” katanya.
Azis menjabarkan, jika seorang satpam dikenakan biasa 10 juta untuk ikut Gada Pratama, maka 10 juta itu akan dicicil ke perusahaan penyelenggara selama setahun kontrak di Perusahaan. Artinya, Satpam harus rela dipotong gajinya hampir 800 ribu setiap bulan selama setahun, “Sangat memberatkan satpam, kalau pun satpam disubsidi perusahaan setengahnya, maka akan memberatkan BUJP, jadi ini komersialisasi dan sangat memberatkan,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, APSI akan berkirim surat ke Kapolri terkait PP No. 60 Tahun 2016 ini. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan audiensi ke Dewan perwakilan Rakyat (DPR). “Kita akan mengkritisi adanya peraturan ini yang sangat memberatkan pelaku BUJP dan satpam,” ujarnya.
Azis menambahkan, dengan harga lama saja sudah banyak yang menyimpang baik dari oknum polisi maupun BUJP. Misalnya saja, ada yang mengurangi jam pelatihan Gada Pratama dengan biaya yang murah, begitu juga pemalsuan ijazah.
“Dengan harga lama saja banyak yang tidak mengikuti pelatihan, apalagi dengan harga yang tinggi seperti itu. Jadinya ini komersialisasi,” paparnya. [FR]