JURNALSECURITY| Denpasar- Pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Desa Adat di DPRD Bali terus digenjot. Rabu (13/3), pembahasannya menukik pada keamanan Bali dengan fokus penguatan fungsi serta perlindungan hukum bagi pecalang.
Poin pembahasan itu diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta. Menurutnya, penguatan posisi pecalang dengan memberikan pelatihan dan pembekalan di bidang keamanan dan ketertiban ini sudah termuat dalam draf Ranperda Desa Adat.
“Ranperda ini mengatur tentang pelatihan dan pembekalan ketertiban oleh mereka yang berkompeten, sehingga pecalang boleh dilibatkan untuk menjaga keamanan Bali,” jelas Parta usai memimpin rapat pembahasan yang turut melibatkan Paiketan Krama Bali (PKB).
Seperti dilansir jawapos.com, sudah sejak awal Februari tahun 2019 lalu PKB meminta beraudiensi ke DPRD Bali terkait pembahasan Ranperda. Dalam rombongan PKB terlihat Brigjen Pol (Purn) Dewa Parsana ikut serta.
Saat pembahasan draf Ranperda, mantan Kapolda Sulawesi Tengah kelahiran Gianyar itu secara seksama melihat tayangan slide pasal per pasal, khususnya berkaitan dengan keamanan, sehingga dia langsung menanggapinya.
Dewa Parsana yang juga sempat menjabat sebagai Kapolres Gianyar dan Kapoltabes Denpasar itu memberi apresiasi karena konsep keamanan Bali sudah dimunculkan dalam draf Ranperda.
Namun dia memberikan masukan menyangkut perlindungan hukum bagi Pecalang, serta penguatan skill pecalang dalam menjaga keamanan dan ketertiban, sehingga Pecalang menjadi ujung tombak keamanan Bali di tingkat awal.
“Pecalang dengan keluguannya kerap digunakan dalam tugas lainnya. Ditugaskan macam-macam, tetapi mereka belum diberikan perlindungan hukum. Hal ini sangat berbahaya, kalau nanti Pecalang dimanfaatkan untuk kepentingan politik apalagi SARA,” sebutnya di hadapan pansus maupun rombongan PKB.
Dengan ditugaskan di luar urusan adat atau di bidang kamtibmas, pecalang rentan dipersoalkan secara hukum. Karena itu, perlindungan hukum untuk pecalang sangat diperlukan. “Dia ditugaskan ke mana-mana, tetapi yang bertanggung jawab siapa?” tanyanya.
Parsana juga sempat mengungkapkan soal konsep keamanan Bali yang lengkap, sistematis, dan terstruktur yang disebut dengan Bali Jagabaya. Dalam konsep ini, menurutnya, ada sinergitas antara pecalang dan petugas keamanan negara. “Entah Polri, TNI, atau Satpol PP,” imbuhnya.
Selain perlindungan hukum, dia juga menekankan soal pelatihan keterampilan bagi pecalang. Harapannya, pecalang juga harus diberikan kewenangan Kepolisian terbatas, sama seperti Satpam.
“Hanya namanya diubah. Kalau dia lagi tugas adat, ya sudahlah, istilahnya pecalang. Tapi kalau sudah ditugaskan terkait keamanan desa atau tramtib, jadikan mereka Bankamdes (Bantuan Keamanan Desa). Tinggal ganti rompi saja,” jelasnya.
Kewenangan Kepolisian terbatas itu, menurutnya, bisa berupa pengamanan wilayah. Sementara untuk proses hukum selanjutnya, seperti penyidikan, tetap menjadi kewenangan Polisi.
“Yang paling kasihan itu saat mereka mengatur lalu lintas. Mereka tutup jalan di sana sini, tetapi tidak bisa mengalihkan ke mana. Jadi mereka juga perlu dilatih mengenai lalu lintas,” ujarnya mengilustrasikan. [fr]





























