JURNALSECURITY.com| Gambia—Mantan Presiden Gambia Yahya Jammeh akhirnya terbang meninggalkan ibukota Gambia, Banjul, pada hari Sabtu. Ia menuju ke pengasingan setelah mengundurkan diri dari kekuasaan menyusul kebuntuan negosiasi dengan Presiden Adama Barrow, yang memenangkan pemilihan umum di negara itu awal Desember lalu.
Jammeh take off dengan sebuah pesawat tanpa tanda pengenal menuju tujuan yang tidak diketahui, dengan disaksikan oleh perwakilan dari pejabat dan tentara negeri itu.
Jammeh tiba di bandara di ibukota Banjul, Sabtu, dengan mediator Alpha Conde. Rakyat Gambia lega karena Yahya Jammeh setuju untuk turun tahta.
Jammeh, yang mengambil alih kekuasaan pada tahun 1994 melalui kudeta, semalam turun tahta di bawah tekanan intervensi militer koalisi tentara Afrika Barat.
Sebelumnya, Jammeh menolak mengakui kekalahannya dalam pemilihan presiden pada tanggal 1 Desember 2016. Sementara presiden terpilih, Adama Barrow, harus dilantik pada tanggal 19 Januari sesuai rencana.
Barrow yang berada di Senegal akhirnya dilantik sebagai Presiden Gambia sesuai jadwal, namun pelatikannya tidak di Gambia tapi di Senegal. Tepatnya di Kedubes Gambia di Senegal.
Badan urusan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan setidaknya 46 ribu warga Gambia telah melarikan diri ke Senegal sejak awal krisis politik terjadi di negeri itu. Mereka takut muncul kerusuhan di Gambia.
Persatuan negara-negara Afrika Barat, ECOWAS, telah berjanji untuk menurunkan Jammeh dengan kekuatan militer jika ia tidak mundur. Pasukan multinasional termasuk tank-tank sudah meluncur ke Gambia pada hari Kamis. Dewan Keamanan PBB mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh ECOWAS.
Akhirnya, perjalanan panjang politik di Gambia telah menobatkan mantan Satpam, Barrow resmi sebagai Presiden Gambia. [FR]