JURNALSECURITY | Pada tanggal 19 Maret 2021, saya akan berbicara di webinar gratis hasil kerjasama antara BPP ABUJAPI dengan Heiland Consulting & Training (PT Heiland Andalan Indonesia). Topik yang akan dibawakan tidak biasa, karena kalau biasanya saya membawakan topik tentang security, kali ini saya akan membawakan topik lebih terkait ke bisnis tepatnya bisnis BUJP.
Dalam masa pandemi seperti ini, semua perusahaan mengalami dampak baik positif maupun negatif. Apakah ada perusahaan yang mengalami dampak positif? Tentu saja ada, perusahaan jasa pengiriman, e-commerce, telekomunikasi atau video conference justru mengalami musim panen dalam masa seperti ini. Namun banyak juga perusahaan yang bergerak di bisnis lain seperti turisme, migas dan lain mengalami masalah yang sangat serius. Bagimana dengan BUJP? Pada umumnya BUJP juga mengalami tekanan yang berat dalam masa pandemic yang sudah berlangsung setahun lebih ini.
Hal ini tentunya disebabkan oleh banyak pelanggan perusahaan BUJP mengalami tekanan dalam bisnisnya, sehingga harus mengurangi pengeluaran. Tentu saja layanan pengamanan adalah salah satu yang terkena dampaknya, belum lagi dengan konsekuensi biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan BUJP apabila ada karyawannya yang terkena Covid-19. Bagaimana direksi dan manajemen BUJP menyikapi hal seperti ini?
Tentu saja krisis seperti ini bukan hal yang pertama kalinya terjadi. Krisis dalam bisnis itu hal yang biasa. Yang perlu dibangun oleh perusahaan adalah resiliensi terhadap perubahan bisnis termasuk diantaranya krisis. Namun pertanyaannya, bagaimana cara membangun resiliensi ini?
Menurut riset oleh dua professor Harvard Business School yaitu Prof. Ashish Nanda dan Prof. Das Narayanda yang dimuat dalam majalah Harvard Business School, kita harus kembali kepada strategi yang dijalankan oleh perusahaan kita. Strategi yang dimaksud di sini adalah bagaimana kita menempatkan posisi perusahaan dan juga memilih pelanggan yang akan kita layani. Memilih pelanggan? Ya betul. Sebenarnya konsep ini bukan konsep yang baru atau aneh, karena Jack Welch dari GE menggunakan strategi yang sama dalam memilih bisnis/pelanggannya. Jack Welch sangat terkenal mengatakan bahwa GE hanya akan memiliki bisnis di mana GE adalah menempati posisi 1 atau 2 di industri. Di luar itu, dia akan keluar dari bisnis tersebut dengan cara menjual perusahaannya. Dengan cara itu, Jack Welch meningkatkan market cap GE dari USD 13 milyar di tahun 1981 saat dia mengambil alih perusahaan, ke USD 525 milyar di tahun 1999. Revenue juga meningkat sangat tajam dari USD 27.9 milyar ke USD 111 milyar. Dalam skala yang lebih kecil, perusahaan dimana saya bekerja 20 tahun lalu juga menerapkan prinsip yang sama dengan melakukan kategorisasi pelanggan ke kategori A, B dan C. Pelanggan kategori A adalah pelanggan ideal, pelanggan kategori B adalah pelanggan yang kurang ideal tapi masih mungkin untuk dinaikkan jadi kategori A, sedangkan pelanggan kategori C adalah pelanggan yang tidak menguntungkan. Kami mengambil keputusan untuk melayani pelanggan kategori A sebaik2nya, berusaha memindahkan pelanggan kategori B ke kategori A, dan meninggalkan pelanggan kategori C. Prosesnya dilakukan cukup lama karena kami harus melakukan profitability analysis untuk setiap pelanggan. Tapi kemudian perusahaan bisa melakukan turn around setelah berkinerja negatif bertahun2, dan kinerja yang positif itu bisa dipertahankan sampai sekarang.
Besok, saya akan membahas tentang2 (dua) business tools dari Prof Nanda dan Prof Narayanda yang disebut sebagai Practice Spectrum dan Client Portfolio Matrix. Sesi akan sangat menarik untuk Owner, Direktur, GM, dan Manajer Senior dari perusahaan, karena bisa membantu mererka dalam menentukan strategi yang lebih tepat untuk perusahaannya.
Kapasitas terbatas, dan sekarang sudah semakin berkurang tempat yang tersisa. Apabila Anda pemilik atau manajer senior di perusahaan BUJP, segeralah daftar di tinyurl.com/BUJPProfitMar2021. Untuk informasi lebih lanjut, bisa hubungi Anton Sim di 0813-8332-6388.
Tentang Penulis:
Andreas Immanuel Mulianto, PMP, PSP, CCTP, CSMP, M.ISMI adalah Managing Director dari PT Heiland Andalan Indonesia, sebuah lembaga pelatihan dan konsultasi security. Andreas adalah seorang profesional yang berpengalaman lebih dari 25 tahun dalam industry IT dan security, dan pernah memegang proyek2 besar di bidang IT dan security di perusahaan migas terbesar di Indonesia. Andreas belajar mengenai security management di Oxford, United Kingdom, dan memegang beberapa sertifikasi professional di bidang project management, Physical Security, Counter-Terrorism, security management dan juga sebagai Master Trainer dari BNSP. Dalam dunia industrial security, Andreas adalah anggota CPSC Board (Certified Physical Security Consultant) di Singapore, pengajar pada program CCTP (Certified Counter Terrorism Practitioner), anggota pada International Security Management Institute (United Kingdom) dan pengajar pada program Gada Utama.