“Kedua satpam ketika bertugas tidak memiliki senjata tajam, bahkan adanya keributan itu berawal datangnya Adek Firdaus (korban) ke lokasi terlarang dan setelah adanya peneguran baik-baik justru Adek Firdaus (korban) melakukan penyerangan menggunakan pisau dan golok kepada kedua satpam di Teluk Bayur,” jelasnya seperti yang tertulis dalam rilis yang diterima Jurnal Security, Kamis (29/10).
APSI berharap dalam proses Judex Factie di Pengadilan Tinggi, Hakim lebih mempertimbangkan Kembali mengenai proses sebab-akibat dan motivasi Adek Firdaus (korban) yang terlebih dahulu menyerang kedua satpam yang bertugas.
Selain itu, APSI akan melakukan advokasi berupa meminta Fatwa Mahkamah Agung mengenai Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dalam Pasal 49 KUHP, agar para Hakim berani membebaskan kasus-kasus yang menimpa satpam yang hanya membela diri pada saat bertugas.
“Kami meminta Mahkamah Agung untuk mengawasi proses banding dan memberikan fatwa terkait pembelaan terpaksa sebagai bekal hakim untuk berani tegas dalam peradilan seperti ini” jelas Partahi.
Partahi berharap, tidak ada lagi satpam-satpam di Indonesia yang dikriminalisasi dalam menjalankan fungsi kepolisian terbatas dalam melaksanakan pengamanan dan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya sebagaimana Perpol 4 Tahun 2020 tentang Pengaman Swakarsa. [fr]