JURNALSECURITY.COM | Hari Buruh, di tengah dinamika dunia kerja yang semakin kompleks, klasifikasi status pekerja menjadi topik yang kerap menimbulkan perdebatan. Salah satunya adalah soal posisi satpam—apakah mereka bisa dikategorikan sebagai buruh, atau justru masuk dalam kelompok tenaga profesional tertentu? Pertanyaan ini bukan hanya relevan dari sisi hukum, tetapi juga menyentuh persoalan perlindungan hak, kesejahteraan, dan pengakuan terhadap profesi yang sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sering kali satpam dipandang sebagai sosok “setengah resmi”—mereka bukan pegawai kantoran, tapi juga tidak selalu dianggap sebagai buruh seperti pekerja pabrik atau konstruksi. Seragam yang rapi, tugas yang terorganisir, hingga pelatihan dasar yang mereka terima, membuat citra satpam berbeda dari bayangan umum tentang buruh. Namun, di sisi lain, pekerjaan mereka juga sarat tekanan, memiliki risiko fisik, dan sering kali bergantung pada sistem kerja kontrak atau outsourcing yang rawan ketidakpastian.
Bahasan Jurnal Security kali ini akan mengupas bagaimana hukum ketenagakerjaan Indonesia mengatur posisi satpam, serta bagaimana realitas sosial dan ekonomi memengaruhi status mereka di lapangan. Dengan pendekatan yang jujur dan menyeluruh, pembahasan ini diharapkan bisa memberi pemahaman baru dan membangun kesadaran bahwa peran satpam tak bisa dipisahkan dari perjuangan para pekerja yang layak dihargai dan dilindungi secara adil.
Pertanyaan apakah satpam termasuk buruh sebenarnya tergantung dari sudut pandang hukum dan sosial yang digunakan. Namun secara umum, ya, satpam bisa dikategorikan sebagai buruh atau pekerja, tergantung konteks penggunaannya.