BALI, (JurnalSecurity)–Sidang Interpol dunia digelar di Bali, sejak tanggal 7 hingga 10 Novemver 2016. Sebanyak 2.000 delegasi dari 190 negara di dunia hadir mengikuti gelaran akbar interpol.
Ajang internasional ini merupakan momen langka bagi Indonesia, khususnya Bali. “Sidang Interpol merupakan momen yang langka, kebanggaan itu seharusnya dijaga oleh masyarakat Bali. Karena itu, mari ciptakan kondisi aman dalam Sidang Interpol yang ke-85,” kata Gubernur Bali, Made Mangku Pastika kepada wartawan.
Kapolda Bali, Irjen Pol Sugeng Priyanto, sudah menggelar seluruh persiapan pengamanan dalam menyambut Sidang Interpol.
Pihaknya telah melaksanakan operasi cipta kondisi, latihan pra-operasi, simulasi keamanan, serta gelar pasukan yang diadakan di Lapangan Renon. “Ini bukan urusan polisi, ini urusan bangsa negara, khususnya Bali di mata dunia,” ucapnya dikutip Antara.
Polda Bali tidak main-main dalam menyambut sidang umum terbesar kedua di dunia dengan mengerahkan kurang lebih 3.800 personel. Pihaknya juga mengajak TNI bersama pecalang dalam operasi pengamanan Sidang Interpol.
Untuk memperlancar lalu lintas, pihaknya telah menmpersiapkan personil yang melakukan pengawalan dalam menjemput para utusan negara menuju penginapan maupun lokasi pertemuan.
Polda Bali telah mengerahkan 92 motor bertenaga 900 cc serta 82 mobil yang siap mengawal para delegasi selama Sidang Interpol berlangsung.
Diketahui, Sidang Interpol ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia, sebelumnya pertemuan antar polisi dunia sempat dihelat di negara kecil Eropa yakni Monaco.
Sidang Interpol ke-85 ini fokus mengidentifikasi perubahan ancaman keamanan global yang menjadi perhatian serius kepolisian internasional. Presiden Interpol Mireille Ballestrazzi saat menyampaikan pidato sambutan dalam pembukaan Sidang Umum ke-85 Interpol di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), bahwa pertemuan kali ini diharapkan dapat menciptakan peta global keamanan internasional untuk merespons ancaman keamanan global.
“Akan tetapi untuk merealisasikan rencana ini dari sekadar wacana menjadi aksi nyata memerlukan kerja sama penuh dari semua negara anggota,” katanya.
Dunia internasional, katanya, saat ini tidak hanya dihadapkan dengan kejahatan konvensional, melainkan juga kejahatan yang sudah beragam di antaranya dalam hal terorisme, meningkatnya pejuang teroris asing (FTF) yang kembali dari zona konflik, menjadi salah satu isu hangat dalam konferensi selama empat hari itu.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menambahkan bahwa selain kejahatan terorisme, juga dibahas kejahatan siber dan kejahatan yang terorganisir.
Beberapa kejahatan lintas negara di antaranya pencurian ikan, penyelundupan manusia, narkoba dan pencucian uang juga tidak ketinggalan.
“Membendung paham radikal memerlukan kerja sama di regional ASEAN dan di kawasan ini (Interpol) termasuk kerja sama internasional serta upaya diplomasi,” ucap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu dalam keterangan lanjutan kepada awak media. [FR]