JURNALSECURITY.com| Jakarta–Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang telah didirikan di tujuh wilayah perbatasan di Indonesia, memerlukan perangkat pendukung lainnya.
Demikian disampaikan oleh Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Frankie Sompie. Ia menilai, gagahnya pembangunan PLBN sayangnya saat ini belum diikuti dengan adanya kebijakan “border security” atau pengamanan wilayah perbatasan.
“Kita belum punya undang-undang yang menjadi dasar untuk kebijakan border security, menjadi panutan seluruh kementerian dan lembaga termasuk pemda dalam penguatan perbatasan perlintasan,” tegasnya dikutip rri.co.id.
Ronny mencontohkan seperti yang telah berjalan di dua negara tetangga Indonesia, yakni Singapura dan Australia.
Kebijakan border security sendiri menggabungkan kekuatan personil pengamanan, bea cukai, kepolisian, hingga informasi teknologi (IT).
“Sedangkan Singapura sudah membangun border security yang kuat, sehingga kalau kita masuk melalui Johor Baru (Malaysia) di Woodland (Perbatasan Malaysia dan Singapura), itu tidak ada yang bebas sedikit pun. Bahkan, dengan mobil kontainer dia sudah punya sistem IT untuk memeriksa, serta check points security di perbatasan Singapura turut melibatkan bea cukai, karantina dan satuan anti teror. Sedangkan, di perbatasan Australia penguatan pengamanan juga turut melibatkan intelejen, kepolisian anti teror dan anti narkoba,” paparnya.
Menurut Dirjen Imigrasi, penguatan pengamanan di wilayah perbatasan juga perlu diperkuat di perbatasan laut dan udara.
Meski di sisi lain, tambah Ronny jumlah PNS Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM yang belum dapat memenuhi kebutuhan se-Indonesia, yaitu baru berkisar 8.000 orang, memerlukan adanya campur tangan dari pemerintah daerah yang memiliki perbatasan.
“Yaitu dengan memiliki kebijakan mengalihkan PNS di wilayahnya untuk turut ditempatkan pada PLBN yang ada. Menyusul, adanya moratorium PNS yang masih berlaku saat ini menjadi kendala bagi direktorat jenderal imigrasi melakukan perekrutan,” ujarnya. [FR]