JURNALSECURITY | Solo–Sebelum menjadi satuan pengamanan (Satpam), Wawan Heri Waluyo,CCPS,CATS adalah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Menerbangkan helly combat adalah tugas yang kerap ia emban dalam bertugas.
Namun perjalanan karir lelaki yang akrab dipanggil Wawan ini harus terhenti karena sebab keluarga yang tidak menginginkan dirinya melakukan perjalanan udara pesawat tempur. Diawal sangat berat melepas predikat sebagai tentara, namun ia harus ikhlas melepasnya dan memilih untuk lebih dekat dengan keluarga.
“Alasan saya jadi satpam karena oleh keluarga, terutama anak dan isteri tidak mengijinkan untuk flight atau terbang lagi,” ungkapnya kepada Jurnal Security, Sabtu (11/7/2020).
Wawan menjalani karir sebagai TNI Angkatan Udara selama 16 tahun, atau sejak tahun 1994 hingga 2010. “Saya dinas di TNI Angkatan Udara selama 16 th sebagai crew Helly combat SAR SA-330 Puma,” terang lelaki kelahiran Solo, 10 Oktober 1974.
Tahun 2010, ia memulai menjadi satpam di perusahaan tekstil Sritex Group Solo, sebuah perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, melalui badan usaha jasa pengamanan (BUJP) PT Bina Mitra Jaya. Kini, setelah beberapa tahun di Sritex, Wawan ditarik oleh BUJP menjabat sebagai Operation Manager Jateng atau DIY sejak tahun 2015.
“Meskipun saya menjadi manajer operasional, saya tetaplah menjadi satpam, hanya beda tingkatan. Jujur saya kalau ketemu orang baru, saya gak bilang manajer tapi saya bilang security. Jabatan bagi saya hanya struktur organisasi saja, karena di luar itu adalah team,” ujarnya.
Bagi Wawan, satuan pengamanan merupakan pekerjaan yang mulia, karena selain jam kerja dan tanggung jawabnya hampir sama dengan TNI Polri, tapi hak-hak yang mereka terima masih jauh di bawah institusi tersebut, serta masih dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang.
Wawan memulai dari nol, saat bergabung di Sritex Grup Solo. Pasalnya meskipun ia jebolan TNI tapi tetap harus mengikuti prosedur dan diplonco standar pabrik selama 3 bulan bersama 15 orang satpam. “Saat itu belum paham dan tidak diajarin apa itu sertifikat dan legalitas satpam,” jelasnya.
Selama 3 bulan diisi dengan materi kelas dan lapangan, serta masuk ke orientasi pos baru diikutkan shift. “Dengan luas pabrik kurang lebih 100 hektare dan jarak pos yang cukup jauh harus melakukan patroli Amano dengan bersepeda dan tentunya dengan sedikit uji nyali kalau malam tiba,” kisahnya.
“Kebetulan di shift saya tidak ada yang bisa bawa mobil kecuali saya, tiba-tiba kepala shift jemput saya di pos karena ada karyawan bagian finishing tangannya terjepit gandaran mesin press. Saya bawa mobil seperti membawa mobil ambulans, kenceng,” ujar pemilik tinggi badan 178 cm ini.
Wawan tetap memposisikan sesuai porsi tugasnya, memainkan peranan masing-masing dan menjaga hubungan baik kepada siapa saja, baik itu sesama anggota maupun atasan. “Kenali keluarga juga karakternya, di situ kita akan tau kesulitan yang dihadapi anggota. Di jam dinas ada hirarki, tapi di luar jam dinas saya adalah abang, saudara, teman mereka bermain saat olah raga maupun touring untuk lebih dekat dengan pribadi masing-masing,” tuturnya.
Wawan mengikuti pendidikan Gada Pratama tahun 2017. “Saya ikut full Diklat, dari pagi sampai sore termasuk saat pembinaan tradisi tidak ada pengecualian. Saya minta pelatih merahasiakan identitas saya selama Diklat agar rekan-rekan tidak curiga dan tidak canggung saat adaptasi selama diklat,” paparnya.
Setelah mengikuti Gada Pratama, jenjang pendidikan di satpam pun akhirnya ia bisa ikuti hingga Gada Utama pada tahun 2018.
“Hikmah yang saya ambil dari satpam, bahwa saya berhasil walaupun dalam keluarga saya sendiri untuk tidak malu mengakui profesi saya yang sekarang satpam walaupun dulunya saya seorang TNI. Bahkan anak saya saat SD ditanya gurunya, apa pekerjaan ayahmu, dia dengan tegas menjawab Komandan Satpam,” tegasnya.
Wawan mengharap kepada para rekan satpam seprofesi untuk tidak berkecil hati, “Sering saya sampaikan ke aggota saat refresh maupun sharing kalau saya lahir dulunya seperti mereka, dari anggota biasa dan saya yakin kalian juga bisa seperti saya klo tekun dan setia dengan profesi yang kita pilih ini,” jelasnya.
“Kemarin adalah latihan, hari ini juga latihan, dan besok juga harus latihan. Jangan pernah berhenti untuk berlatih dan belajar untuk mengasah kemampuanmu.” Demikian mutiara kalimat yang menyemangati Wawan Aikido ini yang juga pelatih Dojo Cobra Aikido Shotokan. [fr]