JURNALSECURITY.com| Jakarta–Tak hanya biaya pengurusan STNK, SIM, BPKB dan SKCK yang naik, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 60/2016 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), ternyata biaya untuk menjadi Satuan Pengamanan (Satpam) juga mengalami kenaikan.
Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan, “Padahal Satpam merupakan profesi kelas bawah. Tapi tetap dikenakan PNBP,” kata Bambang Rukminto dalam rilisnya yang diunggah di facebook, Minggu (8/1/2017).
Menurutnya, dengan kenaikan PNBP kepada Satpam, maka Polri telah mengebiri potensi partisipasi masyarakat di bidang keamanan. “Apakah negara sudah begitu miskinnya sehingga mengambil duit bagi rakyat pencari kerja dan berpartisipasi menjaga keamanan?” tanya Rukminto.
Rukminto menuturkan, untuk menjadi anggota Satpam yang tugasnya membantu Polisi maka wajib membayar 8 Pos PNBP yang nilainya bisa mencapai puluhan juta tergantung wilayah. Delapan Pos PNBP yang wajib dibayar untuk bertugas menjadi anggota Satpam antara lain, Pendidikan dan Pelatihan Satuan Pengaman, Pelatihan Keterampilan Perorangan, Pendidikan dan Pelatihan Kesamaptaan, Penerbitan Kartu Tanda Anggota Satuan Pengaman.
Selain itu calon Satpam juga harus membayar biaya Penerbitan Ijazah Satuan Pengaman, Penerbitan Surat Ijin Operasional Badan Usaha Jasa Pengamanan, Jasa Pengamanan pada Obyek Vital Nasional dan obyek tertentu; dan Jasa Manajemen sistem pengamanan pada Obyek Vital Nasional.
“Pemerintah jangan membebani Satpam dong. Masak bekerja, sekaligus berpartisipasi menjaga keamanan malah ditarik biaya,” tegasnya.
Sesuai amanat undang-undang, bahwa dalam menjalankannya tugasnya kepolisian dibantu PPNS, Polsus dan Pamswakarsa. “Polri seharusnya juga berterima kasih dibantu Satpam dalam menjaga keamanan, bukan malah membebani Satpam dengan PNBP, Ini juga menjungkirbalikkan logika normal, saat pembantu harus bayar pada yang dibantu,” katanya.
Pemberi usulan PNBP dari Satpam ini tidak berpikir jangka panjang, dan hanya mengedepankan pragmatisme bagaimana mengeruk uang dari rakyat dengan cara gampang. Kepentingan pragmatis sangat tampak dalam PNBP di bidang ini.
Tanpa ada PNBP, hanya sekitar 200.000 satpam dari 1.000.000 Satpam yang memiliki KTA dan telah menjalani pelatihan. Dengan PNBP yang membebani Satpam di tingkat paling bawah (Gada Pratama) dengan biaya pelatihan yang tinggi, apakah dengan serta merta BUJP melaksanakannya? Naluri pengusaha akan mencari cara untuk tetap menekan biaya. Alternatifnya adalah perusahaan tidak akan memakai jasa pengamanan sesuai Perkap 24/2007 tetapi menggunakan jasa pengamanan ormas, dengan mengacu UU bela negara.
Bila ini terjadi, tak menutup kemungkinan fungsi Polri dalam bidang keamanan akan tereduksi pada peran TNI yang ini sekaligus juga mereduksi amanat reformasi 1998 yang mencoba memberikan peran keamanan dalam negeri pada Polri, terpisah dengan TNI.
Di sisi lain alih-alih menciptakan lapangan kerja, PNBP di sektor ini juga mengebiri partisipasi masyarakat di bidang keamanan. “Ini yang seharusnya dicermati. Pemerintah harus segera tanggap untuk membatalkan PP 60/2016 di bidang jasa pengamanan,” terang Bambang Rukminto yang juga inisiator Komite Sekuriti Industri Indonesia (KSII). [FR]