JURNALSECURITY.com–Menurut Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Maleila, kehadiran smart city yang mulai dicanangkan di sejumlah kota di Indonesia tetap tidak akan menghilangkan aksi kejahatan itu sendiri. Dari studi akademik, dalam satu seting perkotaan tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk berada di kawasan yang disebut smart city.
Aksi kejahatan di ruang publik seperti terminal, pasar atau mall, jalan raya, airport dan keramaian lainnya adalah predator dimana setiap orang harus bertahan dari kerasnya kejahatan dari berbagai kepentingan. “Padahal semua pihak mengusahakan pengamanan. Bisakah sekuriti sebagai bagian dari pengamanan menghadirkan keamanan di masyarakat,” paparnya.
Memang tidak ada sama sekali kota yang mampu memberikan perlindungan kepada semua lapisan masyarakat. Di Indonesia dan juga kecenderungan di berbagai negara yang muncul adalah viktimisasi yaitu terjadinya korban kejahatan pada masyarakat perkotaan di kawasan smart city. Contoh viktimisasi yang biasanya terjadi pada setting smart city misalnya orang bunuh diri di apartemen, manula tertipu di apartemen, kasus bullying dan mugging di koridor residensi, orang terbunuh dan atau mati berhari-hari di apartemen, anak terjepit elevator, tersengat listrik atau jatuh di mall, serta konflik antara penghuni dan manajemen apartemen.
“Kritik saya pada smart city jangan lebih pada tampilan fisik saja tapi perhatikan kenyamanan masyarakat secara luas,” paparnya. [FR]