JURNALSECURITY.com| Jakarta–Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol Budi Waseso merasa heran dengan transaksi narkoba mencapai Rp 72 Triliun setahun. ”Indonesia ini mengerikan. Mafia jaringan narkoba itu orang gila, karena untuk mengungkapnya harus pula berpura pura jadi orang gila,” katanya.
Ini diungkapkan di acara sosialisasi bertajuk Media Masa dan Penanganan Darurat Narkoba bersama Jawa Pos Group yang dihadiri sekitar 150 anak perusahaan seluruh Indonesia. Acara berlangsung di Ballroom Hard Rock Hotel, Jalan Pantai Kuta, Rabu (12/4). Sosialisasi penanganan darurat narkoba yang berlangsung di tengah rapat evaluasi triwulan 2017 Jawa Pos Group itu banyak dipaparkan ragam cerita tentang narkoba.
Buwas memaparkan didampingi Kepala BNNP Bali , Brigjen Pol I Putu Gede Suastawa. Juga Direktur Jawa Pos, Leak Kustiya, yang berlangsung hangat, disisipi joke, canda tawa. Buwas, mantan Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri ini sebut menyatakan bahwa sangat berat menjadi kepala BNN. Menurutnya lebih berat daripada menjabat Kabareskrim. Ini karena narkoba bisa menghancurkan bangsa dan generasi muda.
Untuk itu sudah seharusnya peran media masa sangat penting untuk melakukan sosialisasi. Karena tidak semua orang tahu akan dampak yang dialami nanti jika mengonsumsi barang haram yang hingga kini jumlahnya mencapai 800 jenis itu. Dari catatan jajaran penindakan BNNP, sampai saat ini ada 11 negara yang bekerja untuk menyuplai narkoba ke Indonesia.
Menurut Buwas, Dari 11 negara itu, teridentifikasi ada 72 jaringan operasi internasional yang bekerja di Indonesia. Dengan jaringan besar itu, mereka punya kemampuan bergerak ke seluruh Indonesia. Menyasar beragam kalangan. Dari usia SD, SMP SMA dan Perguruan Tinggi bisa dimasuki jaringan pengedar narkoba. Bahkan fakta di lapangan, orang miskin yang hidupnya susah tapi dia bisa gunakan narkoba yang harganya Rp 2 jutaan.
Biasanya, untuk menarik perhatian, dikasih gratis. Begitu sudah ketagihan, jadi ketergantungan, selanjutnya bisa dijadikan sebagai pengedar. Apalagi sudah kecanduan, diapakan saja juga mau. Narkoba sangat bahaya. Kehidupan seseorang akan hancur berujung dengan kematian sebab hal itu berhubungan dengan kehancuran saraf otak. Hal itu pula yang mendasari peredaran narkoba di lapas. Yaitu, karena terkait dengan jaringan finansial yang sangat kuat.
Narkoba harus ditangani dengan militan. Kerja keras, militan, seperti militansi wartawan dalam mencari berita, yang disebutnya militansi luar biasa. “ Transaksi belanja narkoba di Indonesia Rp 72 triliun per tahun,” tuturnya. “Kondisi ini sangat menakutkan. Cara kerja jaringan pengedar sangat lihai didukung kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak yang apatis. Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada proxy war melalui narkotika,” paparnya. “Bayangkan, dari kalangan RT sampai pejabat tinggi kena juga. Tidak heran, plesetan BNN di Indonesia ini jadi Bandar Narkoba Nasional,” katanya dilansir jawapos.com.
Perputaran uang dalam lingkar narkoba menurut Buwas sangat luar biasa. Sehingga untuk menyogok atau menyuap petugas dengan pengeluaran Rp 1 miliar itu sangat gampang. Bahkan untuk kurir, ada yang sampai mendapatkan penghasilan Rp 2 miliar untuk sekali transaksi. Jadi nilai finansial yang ditawarkan memang sangat menggiurkan. “Saya pernah dipanggil RI 1 secara khusus setelah jadi kepala BNN. Beliau bertanya perkembangan, akhirnya saya ceritakan semua. Yakni cara jaringan mencari pengedar dan pemakai,” akunya. “Mereka bisa segala cara. Di lapas salah satunya. 72 jaringan itu aku sebut mereka orang gila. Karena itu, saya sendiri pun sampai saat ini kerap berpura-pura menjadi orang gila juga untuk mengungkap kasus tersebut,” tuturnya.
Walaupun demikian, kerja keras itu untuk mengungkap kasus ini, disebutnya, harus ada anggaran. Jika anggaran ala kadarnya, makan hasilnya pun ala kadarnya. Karena itu Buwas juga ingin membangun moril anggota, jiwa korsa, ikhlas dan bertanggung jawab. “Di sini aku akan curi ilmu wartawan soal jiwa militansi. Dulu aku jadi Kabareskrim itu, selalu dibuntuti wartawan sampai dapat. Banyak pintu keluar. Tapi, mereka tunggu di tiap-tiap pintu itu. Bahkan di parkiran kendaraan pun mereka ngumpet di sana. Karena itu aku bilang wartawan itu hebat. Wartawan bukan abdi negara. Tapi, jiwanya luar biasa. Ilmu ini akan aku terapkan kepada anggota saya,” tukas perwita tinggi yang lahir dari keluarga TNI tersebut.
Untuk memerangi narkoba, Buwas berharap selain masyarakat dan media membantu dalam melakukan sosialisasi, TNI juga ikut memerangi. “Kalau soal perang kan TNI. Di sini TNI mempunyai peran sebagai ujung tombak. Polisi cari bukti TNI yang perangi, berantas bandarnya. Ini aku akan usulkan,” papar pengganti Komjen Pol Anang Iskandar sebagai kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini.
Di Singapura, lanjut perwira humoris ini menyebut di negara tetangga itu dihukum gantung. Di Indonesia, seperti Freddy Budiman, dihukum mati. Walau demikian, narkotika terus berkembang dengan segala cara. “Karena itu saya ingin TNI ikut terlibat memerangi narkoba. Polri dan BNN bekerja harus mencari barang bukti lebih dahulu. Kalau TNI memosisikan bandar jaringan itu sebagai musuh, sehingga diperangi,” tandasnya.
Kepada Grup Jawa Pos dia mengapresiasi sebagai rekan erat BNN dalam melancarkan program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). “Harapan BNN kepada pelaku media massa saat ini. Tantangan bagi pelaku media massa untuk menyajikan berita seputar upaya pencegahan yang memiliki nilai berita dan menarik,” sebutnya. “Media perlu memberitakan secara seimbang antara berita demand reduction dan supply reduction supaya keduanya memiliki bobot pengaruh (informasi dan edukasi ) yang sama kepada publik. Diperlukan komitmen bersama terkait edukasi tentang bahaya narkoba di masyarakat,” tutupnya. [FR]