Ketimpangan ini memunculkan desakan agar satpam diberikan status sebagai pekerja tetap oleh instansi pengguna langsung, bukan melalui vendor atau pengelolah jasa pengamanan.
Padahal, profesi satpam memiliki fungsi vital tidak sekedar berjaga, tetapi juga berperan sebagai garda terdepan dalam sistem keamanan internal sebuah institusi. Penghargaan terhadap profesi ini semestinya tidak setengah hati.
Menghapus sistem outsourcing memang terdengar seperti solusi ideal. Namun realitanya tidak sesederhana itu. Banyak perusahaan yang belum siap menanggung beban administratif dan finansial jika harus langsung merekrut dan membina tenaga security.
Di sisi lain, vendor penyedia jasa keamanan juga memiliki kontribusi dalam pelatihan dan penempatan yang terstandarisasi, selama dilakukan secara profesional dan etis.
Daripada dihapus total, opsi reformasi sistem outsourcing bisa menjadi jalan tengah. Pemerintah bisa memperkuat regulasi yang melindungi hak-hak tenaga keamanan, termasuk upah minimum, perlindungan sosial, dan status kerja yang lebih manusiawi.
Penegakan terhadap standar kompetensi, sertifikasi satpam, dan audit terhadap vendor juga perlu ditingkatkan agar kualitas tetap terjaga.
Selain itu, perlu dibangun sinergi antara pemerintah, perusahaan pengguna, dan penyedia jasa keamanan untuk menyusun sistem outsourcing yang adil dan berkelanjutan.
Masa depan security outsourcing bukan hanya soal efisiensi atau pembubaran. Ini adalah soal keadilan, profesionalisme, dan pengakuan terhadap pekerjaan mulia yang selama ini dilakukan oleh para satuan pengamanan. Menghapus boleh jadi solusi, tapi reformasi menyeluruh mungkin lebih realistis dan berkelanjutan.
“Hal yang perlu digarisbawahi adalah masih banyak penyedia jasa satpam yang belum menjalankan usahanya secara profesional, serta pengguna jasa yang hanya fokus pada harga murah tanpa mempertimbangkan kualitas layanan dan kesejahteraan personel keamanan.”[]