1. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003)
Secara hukum, klasifikasi antara buruh, pekerja, dan karyawan seringkali tumpang tindih dalam penggunaan sehari-hari, namun dalam kerangka Undang-Undang Ketenagakerjaan, semuanya merujuk pada orang yang bekerja di bawah perintah atasan dan menerima upah. Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan:
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja.”
Berdasarkan definisi ini, satpam jelas masuk dalam kategori pekerja/buruh, karena mereka bekerja atas dasar perintah dari atasan atau perusahaan tempat mereka ditempatkan, dan mereka menerima imbalan berupa gaji. Status ini berlaku baik untuk satpam yang dipekerjakan secara langsung oleh suatu instansi (misalnya rumah sakit, perkantoran, atau bank), maupun satpam yang dipekerjakan melalui perusahaan outsourcing atau penyedia jasa keamanan.
Satpam juga memiliki kontrak kerja, jam kerja tertentu, dan biasanya tunduk pada struktur organisasi, memiliki evaluasi kinerja, serta mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan. Semua ini menunjukkan bahwa pekerjaan satpam berada dalam sistem hubungan industrial formal yang sama seperti buruh atau pekerja lainnya.
Selain itu, sebagai pekerja formal, satpam berhak atas jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran hak pekerja, seperti keterlambatan gaji, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, atau perlakuan tidak adil di tempat kerja.
2. Dilihat dari Jenis dan Sifat Pekerjaan
Secara umum, istilah “buruh” sering dikaitkan dengan pekerjaan kasar atau tenaga kerja fisik, seperti buruh pabrik, buruh bangunan, atau buruh tani. Namun pada kenyataannya, istilah ini tidak serta-merta terbatas pada pekerjaan di sektor produksi atau konstruksi saja. Di era sekarang, banyak jenis pekerjaan berbasis jasa yang juga masuk kategori buruh—termasuk satpam.
Satpam bekerja di sektor jasa pengamanan, yang tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di suatu lokasi. Mereka bukan hanya berdiri di depan pintu atau memeriksa kendaraan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap situasi darurat, memantau CCTV, hingga menegakkan aturan perusahaan. Dalam beberapa kasus, satpam bahkan diberikan pelatihan bela diri, kemampuan mitigasi kebakaran, hingga komunikasi darurat.
Tugas mereka penuh risiko dan memerlukan kewaspadaan tinggi, meskipun sering kali kurang mendapat perhatian dari segi penghargaan atau penghasilan. Dalam hal ini, beban kerja fisik dan mental yang dialami oleh satpam memiliki banyak kesamaan dengan pekerjaan buruh pada umumnya. Mereka berdiri berjam-jam, menghadapi kemungkinan ancaman keamanan, dan tetap dituntut bersikap tegas namun sopan.
Namun karena bekerja di lingkungan yang lebih formal dan mengenakan seragam, masyarakat sering melihat satpam sebagai “setingkat lebih tinggi” dari buruh biasa. Padahal secara struktur ketenagakerjaan, mereka tetap berada dalam kategori pekerja upahan, bukan pengusaha atau pemilik usaha.