JURNAL SECURITY | Jakarta–Kisah mantan satpam sukses ekspor tas kulit ke Jepang ini sangat menginspirasi. Mantan satpam yang sukses itu bernama Sany Kamengmau. Dia adalah pemilik produsen tas kulit CV Real Issue.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut kisah mantan satpam sukses ekspor tas kulit ke Jepang. Pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT) ini nekat merantau ke Bali dengan bekal ijazah SMP saat usianya 18 tahun.
Di Pulau Dewata, dia bekerja serabutan, dari tukang kebun hingga akhirnya menjadi satpam di salah satu hotel di Bali.
Karena bekerja di hotel yang banyak dikunjungi turis asing dan senang bergaul, dia belajar bahasa asing. Karena itu, setelah mendapat gaji bulanan dari tempatnya bekerja, Sany membeli kamus bahasa Jepang dan Inggris serta buku-buku lainnya. Dia belajar bahasa asing secara otodidak.
Semangatnya belajar bahasa asing dan keinginan menjalin relasi dengan orang asing, mendatangkan kesempatan bisnis setelah bertemu dengan pengusaha asal Jepang bernama Nobuyuki Kakizaki. Dia pun mendapatkan kepercayaan untuk membantu bisnisnya di Indonesia.
“Saya waktu itu bantu-bantu mencarikan souvernir dan lainnya termasuk membantu bisnis pakaian di Bali. Dari situ lama-lama saya ada ide untuk bikin tas kulit. Nah, juragan saya ini membantu saya bagaimana membuatnya dan akhirnya saya kembangkan sehingga bisa memenuhi spesifikasi tas sesuai permintaannya,” ujar dia dilansir inews.id.
Seiring waktu berjalan, kepercayaan dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya bertambah. Akhirnya, Sany memutuskan membuat CV dengan dibantu beberapa karyawan saat awal berdirinya. “Usaha saya ini di bidang kerajinan kulit, di bidang tas. Sudah saya geluti sejak tahun 2000 hingga saat ini,” ucapnya.
Tas yang diproduksi merupakan buatan tangan alias handmade. Tas tersebut diekspor ke Jepang. Bahkan pada 2007-2017, dia sempat mengekspor tas kulit ke Jepang hingga 4.000 buah sebulan. Namun pandemi Covid-19 memberi dampak pada usahanya. Orderannya turun drastis sehingga membuatnya harus memangkas jumlah tenaga kerjanya. Saat ini jumlah tenaga kerja yang masih dipertahankan sebanyak tujuh orang.
“Jumlah tenaga kerja sebelum Covid itu sekitar 30 orang, tapi setelah Covid-19 sementara baru bisa mempekerjakan tujuh orang, tapi kami sesuaikan dengan pesanan. Kalau ada peningkatan pesanan, kita bisa tambah tenaga kerja,” ujar Sany.
Dia pun mendapatkan bantuan berupa fasilitasi akses pembiayaan UKM dari Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dia mendapatkan akses pembiayaan KUR yang difasilitasi oleh KemenKopUKM sebesar Rp500 juta.
“Dana itu kami gunakan untuk belanja bahan baku, membayar ongkos kerja atau gaji dan untuk mempersiapkan modal kerja orderan berikutnya,” ucarnya.
Dia berharap dukungan pemerintah ini akan membantu bisnisnya kembali moncer. Dia juga mengaku ingin menggarap pasar domestik, namun prioritasnya sekarang adalah memenuhi pasar ekspor yang selama ini menjadi pelanggannya. [fr]