JURNAL SECURITY | Jakarta–Sekuriti apartemen mengungkap kasus tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) warga Indonesia di Turki. Sebanyak 26 orang berhasil diselamatkan lalu dikembalikan ke Indonesia. Mereka merupakan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diiming-imingi akan dipekerjakan di Turki.
Sesampainya di sana, mereka malah dimasukkan ke dalam satu ruangan dan tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun karena ponsel dan barang-barang mereka ditahan jaringan pelaku.
Seperti diberitakan katasiber.id, kasus tersebut akhirnya terbongkar karena PMI yang sudah galau akan nasib mereka yang hanya bisa terkurung di ruangan tersebut. Akhirnya mereka minta tolong pada sekuriti.
Si sekuriti yang tidak disebutkan namanya itu bergegas ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan melaporkan kejadian tersebut.
Pihak KJRI langsung koordinasi dengan kepolisian setempat. Akhirnya tempat itu digerebek dan menemukan 26 orang PMI yang sedang terkurung di tempat itu.
Selanjutnya mereka dibawa lalu dipulangkan ke Indonesia. Polri pun langsung tancap gas menyelidiki kasus tersebut. Hingga akhirnya dua pelakunya berhasil ditangkap.
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menangkap dua tersangka kasus TPPO tersebut di wilayah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat dan Ciledug, Tangerang, Banten.
Dua tersangka yang ditangkap adalah Suarty B Riartika alias Tika dan Ani Puji Astutik alias Elisa. Keduanya ditangkap pada Kamis, 25 Januari 2024.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko pun mengisahkan kronologi kejadian itu bermula saat 10 PMI diberangkatkan ke luar negeri secara bertahap pada, Desember 2022-Februari 2023.
Modusnya, para tersangka melakukan perekrutan tersebut seraya menjanjikan kepada para korban akan bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di Erbil (Arbil) Turki dengan gaji sebesar 300 Dolar.
“Setelah adanya persetujuan para korban, tersangka membuat dan diberikan uang fee yang bervariasi dari Rp 3 juta hingga Rp13 juta,” ujar Trunoyudo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/1/2024).
Setelah selesai pembuatan paspor dan tanpa adanya medical check up, para korban dikirimkan ke luar negeri oleh tersangka Elis dengan negara tujuan Turki melalui Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Juanda Surabaya.
Para korban diberangkatkan ke Turki dengan mengunakan visa wisata, dan saat berada di Turki para korban diserahkan ke agensi yang bernama Muhammad dan ditampung di sebuah apartemen yang dijaga oleh orang bernama Yakub.
“Barang milik korban seperti paspor, handphone dan juga pakaian para korban diambil dan amankan oleh Muhammad dan Yakub,” kata seraya mengatakan hal itulah yang membuat para korban tak bisa berkomunikasi dengan orang lain.
Saat di penampungan tersebut, para korban sebanyak 26 orang dimasukkan ke dalam satu kamar dan dilarang untuk berbicara. Jika ada yang berbicara akan dihukum.
“Para korban berada di penampungan bervariasi lamanya yaitu 1 mingguan sampai 2 bulan, dengan alasan para korban belum di kirim ke Erbil untuk dipekerjakan karena masih menunggu visa,” ucapnya.
Karena lama menunggu di penampungan, para korban tersebut meminta bantuan sekuriti apartemen dan melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian Turki sehingga dilakukan penggerebekan.
Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini mengungkapkan peran tersangka Tika adalah menampung para korban sebelum di terbangkan ke luar negeri. Sedangkan tersangka Elisa berperan sebagai agensi di Jakarta yang memberangkatkan para korban ke Turki.
Kedua tersangka pun dijerat Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO) dan atau Tindak Pidana Menempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri tidak sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang TPPO Dan Atau Pasal 81 Jo Pasal 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. [fr]